Jumat, 18 November 2011

warisan mayit yang tak berketurunan


     

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
      Penyelesaian tentang pembagian harta warisan atau harta pusaka telah diatur sedemikian rinci oleh AlQur’an, karena memang harta pusaka tersebut sangat rawan dari sengketa utamanya bagi ahli waris, dan agar harta tersebut dapat dibagikan secara adil menurut hukun Allah SWT, dengan demikian maka sudah tidak ada lagi pihak yang merasa terdzalimi atau  mengambil hak orang lain dengan cara yang batil, sebagaimana firman Allah SWT :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا   [النساء 29 {
 29. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
Termasuk dalam pembahasan ayat tersebut adalah tentang warisan mayit yang tidak mempunyai keturunan, untuk lebih jelasnya marilah kita ikuti pembahan di bawah ini.
B.     Rumusan masalah
Dari latar belakang masalah diatas maka masalah hukum warisan dan pembagianya bagi mayit yang tidak punya keturunan dapat kami rumuskan sebagai berikut;
1.      Apakah ayat – ayat Al Qur’an atau hadits yang berkaitan dengan masalah diatas
2.      Siapa saja yang berhak menerima warisan dari kasus diatas dan berapa bagianya
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Ayat – ayat Qur’ani tentang masalah diatas
ALLAH SWT berfirman :

1.      "Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu, bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapak bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa diantara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. SesungguhnyaAllah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (an-Nisa': 11)
2.      "Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika istri-istrimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya. Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar utang-utangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan, yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar utangnya dengan tidak memberi mudarat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syariat yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun." (an-Nisa': 12)
3.      "Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: 'Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meningal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sebanyak bagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (an-Nisa': 176)[1]
B.     Kajian ayat
Dalam tampilan ayat – ayat diatas dijelaskan tentang beberapa hal terkait dengan pembagian harta warisan namun kami hanya membatasi pada pembahasan terkait dengan mayit yang tidak mempunyai keturunan, maka dari ayat – ayat diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan, sbb ;
A.    Bagi Mayit tidak Mempunyai Keturunan namun Mempunyai Dzawil Arham

1.      Hukum bagian kedua orang tua.
Firman Allah (artinya): "Dan untuk dua orang ibu-hapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam." Penggalan ayat ini menunjukkan hukum-hukum sebagai berikut:
Ulama’ sepakat bahwa
a.       : Ibu mendapat  ½ , dan ayah Ashobah jika mayit tidak punya anak atau cucu dari anak laki – laki
b.      Jika punya anak atau cucu maka masing-masing mendapat 1/6
c.       Ayah 1/6 jika mayit mempunyai saudara
d.      Ibu mendapat 1/6 jika mayit mempunyai saudara lebih dari 1, dalam hal ini Ulama’ berbeda pendapat jumlah minimal dari saudara tersebut antara 2 dan 3, mengingat ketentuan batas minimal jama’ dalam ayat diatas menurut masing-masing.
e.       Jika saudara mayit kurang dari dua atau tiga maka ibu mendapat 1/3
2.      Hukum bagian suami istri
Firman Allah (artinya) "Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika istri-istrimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya. Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar utang-utangmu." Penggalan ayat tersebut menjelaskan tentang hukum waris bagi suami dan istri. Bagi suami atau istri masing-masing mempunyai dua cara pembagian.
Bagian suami:
1.      Apabila seorang istri meninggal dan tidak mempunyai keturunan (anak), maka suami mendapat bagian 1/2 dari harta yang ditinggalkan istrinya.
2.      Apabila seorang istri meninggal dan ia mempunyai keturunan (anak), maka suami mendapat bagian 1/4 dari harta yang ditinggalkan.
Bagian istri:
1.      Apabila seorang suami meninggal dan dia tidak mempunyai anak (keturunan), maka bagian istri adalah 1/4
2.      Apabila seorang suami meninggal dan dia mempunyai anak (keturunan), maka istri mendapat bagian seperdelapan.
3.      Bagian untuk Saudara Mayit
1.      Saudara seibu
Para ulama’ sepakat :
a.       Saudara lk / pr mendapat 1/6 , jika mereka lebih dari satu maka masing-masing mendapat 1/3 dengan ketentuan laki – laki mendapat dua kali lipat dari bagian saudara perempuan
       Dan para Ulama’ juga sepakat bahwa mereka terhijab oleh 4 orang :
a.       Ayah
b.      Kakek hingga keatas
c.       Anak laki –laki atau perempuan
d.      Cucu dari anak laki-laki hingga kebawah
2.      Saudara Seayah Seibu atau Seayah
Ulama’ dalam hal ini juga sepakat bahwa keduanya adalah sama, dengan perincian sbb:
a.         Saudara perempuan jika sendiri mendapat ½
b.         Saudara perempuan jika berdua atau lebih maka mereka mendapat 2/3
c.         Jika bersama saudara laki-laki maka bagi laki-laki mendapat 2 kali lipat bagian perempuan.
3.      Kakek dan nenek
a.       Ulama’ sepakat kakek menempati posisi ayah jika ayah tidak ada, sedangkan nenek mendapat 1/6 jika tidak ada ibu, dan nenek dari ayah juga mendapat 1/6 jika tidak ada ayah.
b.      Jika keduanya berkumpul maka keduanya mendapat 1/6.[2]

B.     Jika Mayyit tidak Mempunyai Dzawi Arham
Ada beberapa catatan tentang mayit yang tidak mempunyai keturunan dan tidak mempunyai ulul arham atau kerabat, diantaranya ;
1.        Jika mempunyai budak maka hartanya adalah diwaris oleh budaknya begitu pula sebaliknya. Dengan dasar hadits :
عن ابن عباس : ان رجلا توفي على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم ولم يترك وارثا الا عبدا هو أعتقه فأعطاه ميراثه . (أحمد ووابو داود و أبن ماجه )
Dari Ibnu Abbas : bahwasanya seorang laki-laki mati di masa Rosululloh SAW dengan tidak meninggalkan ahli waris kecuali seorang hamba yang telah ia merdekakan maka Rosululloh SAW memberikan kepadanya warisan itu. (HR.Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah)[3]
2.        Jika mayit tidak mempunyai budak maka orang yang memasukanya Islamlah yang mendapat warisanya sebab dialah yang telah menyelamatkanya dari kekufuran .seperti dalam hadits.

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَوْهَبٍ ، قَالَ : سَمِعْتُ تَمِيمًا الدَّارِيَّ يَقُولُ: قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللهِ ، مَا السُّنَّةُ فِي الرَّجُلِ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ يُسْلِمُ عَلَى يَدَيِ الرَّجُلِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ ؟ قَالَ : هُوَ أَوْلَى النَّاسِ بِمَحْيَاهُ وَمَمَاتِهِ. (أخرجه أحمد 17068 "الدارِمِي" 3033 و"ابن ماجة" 2752 والتِّرْمِذِيّ" 2112 و"النَّسائي" ، في "الكبرى" 6379 )
Dari Abdulloh bin mauhab ia berkata: aku telah mendengar tamim ad Dariy berkata : aku bertanya, Ya Rosululloh Bagaimana sunnah (cara pembagian) dari (mayit) seorang ahli kitab yang telah masuk Islam melalui seseorang?, Nabi bersabda: yang memasukan islam itu lebih berhak kepadanya diwaktu hidup dan matinya (HR. Ahmad, Al Darimiy, Ibnu Majah, Al Tirmidziy, Al Nasa’I, )[4]
C.    Jika tidak termasuk muallaf
Maka harta peninggalanya diberikan kepada “ setengah ahli kaumnya atau pemimpin kaumnya “ (yang dimaksud adalah) Baitul Maal.sebagaimana riwayat hadits dibawah ini :
عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ ، عَنْ عَائِشَةَ ؛ انَّ مَوْلًى لِلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم وَقَعَ مِنْ نَخْلَةٍ . فَمَاتَ . وَتَرَكَ مَالا وَلَمْ يَتْرُكْ وَلَدا وَلاحَمِيما . فَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم : اعْطُوا مِيرَاثَهُ رَجُلا مِنْ اهْلِ قَرْيَتِهِ .   )أخرجه أحمد و"أبو داود". و"ابن ماجة"  و"النَّسائي"(
Artinya : Dari Urwah bin Zubair dari Aisyah : sesungguhnya hamba yang telah dimerdekakan Nabi SAW telah terjatuh dari kebun kurma dan meninggal. Dan ia meninggalkan harta namun tidak meninggalkan anak dan keluarga. Maka Nabi SAW bersabda berikanlah harta warisanya kepada seseorang dari ahli negerinya (baitul maal) (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Al Nasa’I )
Yang dimaksud seseorang dari ahli negrinya adalah baitul maal karena harta itu nantinya akan diberikan untuk kemaslahatan penduduk negerinya.[5]
تُوُفِّيَ رَجُلٌ مِنَ الأَزْدِ ، فَلَمْ يَدَعْ وَارِثًا ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : الْتَمِسُوا لَهُ وَارِثًا ، الْتَمِسُوا لَهُ ذَا رَحِمٍ ، قَالَ : فَلَمْ يُوجَدْ ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : ادْفَعُوهُ إِلَى أَكْبَرِ خُزَاعَةَ. )أخرجه أحمد و"أبو داود"  و"النَّسائي" (
Artinya : seorang laki-laki dari kabilah Al Azdi telah meninggal dan tidak meninggalkan ahli waris. Maka Rosululloh SAW bersabda : “ carilah ahli warisnya, carilah kerabatnya” ! maka tidak ditemukan, maka Rosululloh SAW bersabda berikanlah pada ketua suku Khuza’ah.[6]
Yang dimaksud disini adalah baitul maal (kas Negara) juga, karena nantinya harta tersebut juga untuk kemaslahatan penduduk negeri setempat.[7]
























BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan
     Demikianlah pembagian secara detail tentang harta pusaka, Allah SWT telah mengaturnya secara terperinci dalam Kitabulloh, hal ini berbeda sekali dengan tata cara ibadah yang lain yang disebut secara global saja dalam Al Qur’an, hal ini memberikan peringatan kepada kita bahwa dalam urusan harta pusaka sangat rawan sekali dengan konflik, sehingga Allah SWT memberikan ketentuan secara tegas dan terperinci, kiranya hal ini meberikan pelajaran bagi kita semua agar kita benar-benar memperhatikan secara serius tentang permasalahan ini.
Tentunya tak ada kata sempurna bagi manusia, demikian pula dengan makalah ini, oleh karenanya kritik dan saran selalu kami harapkan. Semoga bermanfaat dunia dan akhirat. Amiin.
 


 

DAFTAR PUSTAKA


Ibnu Rusy.Bidayatul Mujtahid.Daru Ihyail Kutub Al Arobiyah.juz 2 hal 256 – 262

A.Hasan.AlFaroid (Surabaya: Pustaka Progressif, cet XV 2003),124-125

Abul Mu’athi Al Nauriy. Al Musnad Al Jami’. Juz 7 hal 96 dan  juz 6 hal 434


Hasyiyah Al Sanadiy Syarah Sunan Ibnu Majah.juz 5 hal 371


M Aliy Ash Shobuni .”Pembagian waris menurut Islam”. Diakses pada
Tanggal 12 Nopember 2011 dari : http://media.isnet.org/islam/Waris/index.html








[1] M Aliy Ash Shobuni .”Pembagian waris menurut Islam”. Diakses pada Tanggal 12 Nopember 2011 dari : http://media.isnet.org/islam/Waris/index.html
[2] Ibnu Rusy.Bidayatul Mujtahid.Daru Ihyail Kutub Al Arobiyah.juz 2 hal 256 – 262
[3] A.Hasan.AlFaroid (Surabaya: Pustaka Progressif, cet XV 2003),124-125
[4] Abul Mu’athi Al Nauriy. Al Musnad Al Jami’. Juz 7 hal 96
[5] Hasyiyah Al Sanadiy Syarah Sunan Ibnu Majah.juz 5 hal 371
[6] Abul Mu’athi Al Nauriy …….ibid juz 6 hal 434
[7] A. Hasan ………….Ibid